Oleh Kelompok I : I Kadek Ariyasa (Koordinator), Rahma Amalia, Intan Puspitasari, Ivan Julianto, Yulinda Nur Karimah Fadhilatur Rahmah, Fajar Prabowo, Dany Bun Joko Nathanael Simanullang, dan Yulika
Air limbah rumah sakit merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang
sangat potensial. Oleh karena itu air limbah tersebut perlu diolah terlebih
dahulu sebelum dibuang ke saluran umum. Masalah yang sering muncul dalam hal
pengelolaan limbah rumah sakit adalah terbatasnya dana yang ada untuk membangun
fasilitas pengolahan limbah serta operasinya, khususnya untuk rumah sakit tipe
kecil dan menengah. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dikembangkan
teknologi pengolahan air limbah rumah sakit yang murah, mudah operasinya serta
harganya terjangkau, khususnya untuk rumah sakit dengan kapasitas kecil sampai
sedang. Selain itu perlu menyebar-luaskan informasi teknologi khususnya untuk
pengolahan air limbah rumah sakit, sehingga dalam memilih teknologi pihak
pengelola rumah sakit mendapatkan hasil yang optimal.
Sejalan dengan perkembangan
penduduk yang sangat pesat, lokasi rumah sakit yang dulunya jauh dari daerah
pemukiman penduduk tersebut sekarang umumnya telah berubah dan berada di tengah
pemukiman penduduk yang cukup padat, sehingga masalah pencemaran akibat limbah
rumah sakit baik limbah padat atau limbah cair sering menjadi pencetus konflik
antara pihak rumah sakit dengan masyarakat yang ada di sekitarnya.
Dengan pertimbangan alasan
tersebut, maka rumah sakit yang dibangun setelah tahun 1980 an telah diwajibkan
menyediakan sarana limbah padat maupun limbah cair. Namun dengan semakin
mahalnya harga tanah, serta besarnya tuntutan masyarakat akan kebutuhan
peningkatan sarana penunjang pelayanan kesehatan yang baik, dan di lain pihak
peraturan pemerintah tentang pelestarian lingkungan juga semakin ketat, maka
pihak rumah sakit umumnya menempatkan sarana pengolah limbah pada skala
prioritas yang rendah. Akibatnya, sering terjadi benturan perbedaan kepentingan
antar pihak rumah sakit dengan masyarakat atau pemerintah. Dengan adanya
kebijakan legal yang mengharuskan pihak rumah sakit agar menyediakan fasilitas
pengolahan limbah yang dihasilkan, mengakibatkan biaya investasi maupun biaya
operasional menjadi lebih besar.
Air limbah yang berasal
dari limbah rumah sakit merupakan salah satu sumber pencemaran air yang sangat
potensial. Hal ini disebabkan karena air limbah rumah sakit mengandung senyawa
organik yang cukup tinggi juga kemungkinan mengandung senyawa-senyawa kimia
lain serta mikro-organisme patogen yang dapat menyebabkan penyakit terhadap
masyarakat di sekitarnya. Oleh karena potensi dampak air limbah rumah sakit
terhadap kesehatan masyarakat sangat besar, maka setiap rumah sakit diharuskan
mengolah air limbahnya sampai memenuhi persyaratan standar yang berlaku.
TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR
LIMBAH
Pengolahan
Air Limbah Dengan Proses Lumpur Aktif
Pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif secara umum terdiri dari bak
pengendap awal, bak aerasi dan bak pengendap akhir, serta bak khlorinasi untuk
membunuh bakteri patogen. Secara umum proses pengolahannya adalah sebagai berikut. Air
limbah yang berasal dari rumah sakit ditampung ke dalam bak penampung air
limbah. Bak penampung ini berfungsi sebagai bak pengatur debit air limbah serta
dilengkapi dengan saringan kasar untuk memisahkan kotoran yang besar. Kemudian,
air limbah dalam bak penampung di pompa ke bak pengendap awal. Bak pengendap
awal berfungsi untuk menurunkan padatan tersuspensi (Suspended Solids) sekitar
30 - 40 %, serta BOD sekitar 25 % . Air limpasan dari bak pengendap awal
dialirkan ke bak aerasi secara gravitasi. Di dalam bak aerasi ini air limbah
dihembus dengan udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat
organik yang ada dalam air limbah. Energi yang didapatkan dari hasil penguraian
zat organik tersebut digunakan oleh mikrorganisme untuk proses pertumbuhannya.
Dengan demikian didalam bak aerasi tersebut akan tumbuh dan berkembang biomasa
dalam jumlah yang besar. Biomasa atau mikroorganisme inilah yang akan
menguaraikan senyawa polutan yang ada di dalam air limbah.
Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur
aktif yang mengandung massa mikro-organisme diendapkan dan dipompa kembali ke
bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Air limpasan(over flow)
dari bak pengendap akhir dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor
khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh
micro-organisme patogen. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses
khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan proses
ini air limbah rumah sakit dengan konsentrasi BOD 250 -300 mg/lt dapat di
turunkan kadar BOD nya menjadi 20 -30 mg/lt. Skema proses pengolahan air limbah
rumah sakit dengan sistem aerasi kontak dapat dilihat pada gambar III.2.
Surplus lumpur dari bak pengendap awal maupun akhir ditampung ke dalam bak
pengering lumpur, sedangkan air resapannya ditampung kembali di bak penampung
air limbah. Keunggulan proses lumpur aktif ini adalah dapat mengolah air limbah
dengan beban BOD yang besar, sehingga tidak memerlukan tempat yang besar.
Proses ini cocok digunakan untuk mengolah air limbah dalam jumlah yang besar.
Sedangkan beberapa kelemahannya antara lain yakni kemungkinan dapat terjadi
bulking pada lumpur aktifnya, terjadi buih, serta jumlah lumpur yang dihasilkan
cukup besar.
Gambar Diagram proses pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif
Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Reaktor
Biologis Putar (Rotating Biological Contactor, Rbc)
Reaktor biologis putar (rotating biological contactor) disingkat RBC adalah
salah satu teknologi pengolahan air limbah yang mengandung polutan organik yang
tinggi secara biologis dengan sistem biakan melekat (attached culture). Prinsip
kerja pengolahan air limbah dengan RBC yakni air limbah yang mengandung polutan
organik dikontakkan dengan lapisan mikro-organisme (microbial film) yang
melekat pada permukaan media di dalam suatu reaktor.
Media tempat melekatnya film biologis ini berupa piringan (disk) dari bahan
polimer atau plastik yang ringan dan disusun dari berjajar-jajar pada suatu
poros sehingga membentuk suatu modul atau paket, selanjutnya modul tersebut
diputar secara pelan dalam keadaan tercelup sebagian ke dalam air limbah yang
mengalir secara kontinyu ke dalam reaktor tersebut.
Dengan cara seperti ini mikro-organisme miaslanya bakteri, alga, protozoa,
fungi, dan lainnya tumbuh melekat pada permukaan media yang berputar tersebut
membentuk suatu lapisan yang terdiri dari mikro-organisme yang disebut biofilm
(lapisan biologis). Mikro-organisme akan menguraikan atau mengambil senyawa
organik yang ada dalam air serta mengambil oksigen yang larut dalam air atau
dari udara untuk proses metabolismenya, sehingga kandungan senyawa organik
dalam air limbah berkurang.
Pada saat biofilm yang melekat pada media yang berupa piringan tipis tersebut
tercelup kedalam air limbah, mikro-organisme menyerap senyawa organik yang ada
dalam air limbah yang mengalir pada permukaan biofilm, dan pada saat biofilm
berada di atas permuaan air, mikro-organisme menyerap okigen dari udara atau
oksigen yang terlarut dalam air untuk menguraikan senyawa organik. Enegi hasil
penguraian senyawa organik tersebut digunakan oleh mikro-organisme untuk proses
perkembang-biakan atau metabolisme.
Senyawa hasil proses metabolisme mikro-organisme tersebut akan keluar dari
biofilm dan terbawa oleh aliran air atau yang berupa gas akan tersebar ke udara
melalui rongga-rongga yang ada pada mediumnya, sedangkan untuk padatan tersuspensi
(SS) akan tertahan pada pada permukaan lapisan biologis (biofilm) dan akan
terurai menjadi bentuk yang larut dalam air.
Pertumbuhan mikro-organisme atau biofilm tersebut makin lama semakin tebal,
sampai akhirnya karena gaya beratnya sebagian akan mengelupas dari mediumnya
dan terbawa aliran air keluar. Selanjutnya, mikro-organisme pada permukaan
medium akan tumbuh lagi dengan sedirinya hingga terjadi kesetimbangan sesuai
dengan kandungan senyawa organik yang ada dalam air limbah.
Keunggulan dari sistem RBC yakni proses operasi maupun konstruksinya sederhana,
kebutuhan energi relatif lebih kecil, tidak memerlukan udara dalam jumlah yang
besar, lumpur yang terjadi relatf kecil dibandingkan dengan proses lumpur
aktif, serta relatif tidak menimbulkan buih. Sedangkan kekurangan dari sistem
RBC yakni sensitif terhadap temperatur.
Gambar : Mekanisme proses penguraian senyawa organik oleh mikro-organisme
di dalam RBC
Proses Pengolahan
Secara garis besar proses pengolahan air limbah dengan sistem RBC terdiri dari
bak pemisah pasir, bak pengendap awal, bak kontrol aliran, reaktor/kontaktor
biologis putar (RBC), Bak pengendap akhir, bak khlorinasi, serta unit
pengolahan lumpur. Diagram proses pengolahan air limbah dengan sistem RBC
adalah seperti pada gambar III.4.
Gambar Diagram proses pengolahan air limbah dengan sistem RBC.
Bak Pemisah Pasir
Air limbah dialirkan dengan tenang ke dalam bak pemisah pasir, sehingga kotoran
yang berupa pasir atau lumpur kasar dapat diendapkan. Sedangkan kotoran yang
mengambang misalnya sampah, plastik, sampah kain dan lainnya tertahan pada
sarangan (screen) yang dipasang pada inlet kolam pemisah pasir tersebut.
Bak Pengendap Awal
Dari bak pemisah/pengendap pasir, air limbah dialirkan ke bak pengedap awal. Di
dalam bak pengendap awal ini lumpur atau padatan tersuspensi sebagian besar
mengendap. Waktu tinggal di dalam bak pengedap awal adalah 2 - 4 jam, dan
lumpur yang telah mengendap dikumpulkan daan dipompa ke bak pengendapan lumpur.
Bak Kontrol Aliran
Jika debit aliran air limbah melebihi kapasitas perencanaan, kelebihan debit
air limbah tersebut dialirkan ke bak kontrol aliran untuk disimpan sementara.
Pada waktu debit aliran turun / kecil, maka air limbah yang ada di dalam bak
kontrol dipompa ke bak pengendap awal bersama-sama air limbah yang baru sesuai
dengan debit yang diinginkan.
Kontaktor (reaktor) Biologis Putar
Di dalam bak kontaktor ini, media berupa piringan (disk) tipis dari bahan
polimer atau plastik dengan jumlah banyak, yang dilekatkan atau dirakit pada
suatu poros, diputar secara pelan dalam keadaan tercelup sebagian ke dalam air
limbah. Waktu tinggal di dalam bak kontaktor kira-kira 2,5 jam. Dalam kondisi
demikian, mikro-organisme akan tumbuh pada permukaan media yang berputar
tersebut, membentuk suatu lapisan (film) biologis. Film biologis tersebut terdiri
dari berbagai jenis/spicies mikro-organisme misalnya bakteri, protozoa, fungi,
dan lainnya. Mikro-organisme yang tumbuh pada permukaan media inilah yang akan
menguraikan senaywa organik yang ada di dalam air limbah. Lapsian biologis
tersebut makin lama makin tebal dan kerena gaya beratnya akan mengelupas dengan
sedirinya dan lumpur orgnaik tersebut akan terbawa aliran air keluar.
Selanjutnya laisan biologis akan tumbuh dan berkembang lagi pada permukaan
media dengan sendirinya.
Bak Pengendap Akhir
Air limbah yang keluar dari bak kontaktor (reaktor) selanjutnya dialirkan ke
bak pengendap akhir, dengan waktu pengendapan sekitar 3 jam. Dibandingkan
dengan proses lumpur aktif, lumpur yang berasal dari RBC lebih mudah mengendap,
karena ukurannya lebih besar dan lebih berat. Air limpasan (over flow) dari bak
pengendap akhir relaitif sudah jernih, selanjutnya dialirkan ke bak khlorinasi.
Sedangkan lumpur yang mengendap di dasar bak di pompa ke bak pemekat lumpur
bersama-sama dengan lumpur yang berasal dari bak pengendap awal.
Bak Khlorinasi
Air olahan atau air limpasan dari bak pengendap akhir masih mengandung bakteri
coli, bakteri patogen, atau virus yang sangat berpotensi menginfeksi ke
masyarakat sekitarnya. Untuk mengatasi hal tersebut, air limbah yang keluar
dari bak pengendap akhir dialirkan ke bak khlorinasi untuk membunuh
mikro-organisme patogen yang ada dalam air. Di dalam bak khlorinasi, air limbah
dibubuhi dengan senyawa khlorine dengan dosis dan waktu kontak tertentu
sehingga seluruh mikro-orgnisme patogennya dapat di matikan. Selanjutnya dari
bak khlorinasi air limbah sudah boleh dibuang ke badan air.
Bak Pemekat Lumpur
Lumpur yang berasal dari bak pengendap awal maupun bak pengendap akhir
dikumpulkan di bak pemekat lumpur. Di dalam bak tersebut lumpur di aduk secara
pelan kemudian di pekatkan dengan cara didiamkan sekitar 25 jam sehingga
lumpurnya mengendap, selanjutnya air supernatant yang ada pada bagian atas
dialirkan ke bak pengendap awal, sedangkan lumpur yang telah pekat dipompa ke
bak pengering lumpur atau ditampung pada bak tersendiri dan secara periodik
dikirim ke pusat pengolahan lumpur di tempat lain.
Keunggulan dan Kelemahan
RBC
Beberapa keunggulan proses pengolahan air limbah denga sistem RBC antara lain :
- Pengoperasian
alat serta perawatannya mudah.
- Untuk
kapasitas kecil / paket, dibandingkan dengan proses lumpur aktif konsumsi
energi lebih rendah.
- Dapat
dipasang beberapa tahap (multi stage), sehingga tahan terhadap fluktuasi
beban pengoalahan.
- Reaksi
nitrifikasi lebih mudah terjadi, sehingga efisiensi penghilangan ammonium
lebih besar.
- Tidak
terjadi bulking ataupun buih (foam) seperti pada proses lumpur aktif.
Sedangkan beberapa
kelemahan dari proses pengolahan air limbah dengan sistem RBC antara lain yakni
:
- Pengontrolan
jumlah mikro-organisme sulit dilakukan.
- Sensitif
terhadap perubahan temperatur.
- Kadang-kadang
konsentrasi BOD air olahan masih tinggi.
- Dapat
menimbulkan pertumbuhan cacing rambut, serta kadang-kadang timbul bau yang
kurang sedap.
Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Aerasi Kontak
Proses ini merupakan pengembangan dari proses lumpur aktif dan proses
biofilter. Pengolahan air limbah dengan proses aerasi kontak ini terdiri dari
dua bagian yakni pengolahan primer dan pengolahan sekunder.
Pengolahan Primer
Pada pengolahan primer ini, air limbah dialirkan melalui saringan kasar (bar
screen) untuk menyaring sampah yang berukuran besar seperti sampah daun,
kertas, plastik dll. Setelah melalui screen air limbah dialirkan ke bak
pengendap awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnya.
Selain sebagai bak pengendapan, juga berfungasi sebagai bak pengontrol aliran.
Pengolahan sekunder
Proses pengolahan sekunder ini terdiri dari bak kontaktor anaerob (anoxic) dan
bak kontaktor aerob. Air limpasan dari bak pengendap awal dipompa
dan dialirkan ke bak penenang, kemudian dari bak penenang air limbah mengalir
ke bak kontaktor anaerob dengan arah aliran dari bawah ke atas (Up Flow). Di
dalam bak kontaktor anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik atau
kerikil/batu split. Jumlah bak kontaktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari
satu sesuai dengan kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah. Air limpasan
dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak aerasi. Di dalam bak aerasi ini
diisi dengan media dari bahan pasltik (polyethylene), batu apung atau bahan
serat, sambil diaerasi atau dihembus dengan udara sehingga mikro organisme yang
ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan
menempel pada permukaan media. Dengan demikian air limbah akan kontak dengan
mikro-orgainisme yang tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan
media yang mana hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik.
Proses ini sering di namakan Aerasi Kontak (Contact Aeration).
Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur
aktif yang mengandung massa mikro-organisme diendapkan dan dipompa kembali ke
bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan
(over flow) dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air
limbah dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh micro-organisme patogen.
Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung
dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan kombinasi proses anaerob dan aerob
tersebut selain dapat menurunkan zat organik (BOD, COD), cara ini dapat
menurunkan konsentrasi nutrient (nitrogen) yang ada dalam air limbah. Dengan
proses ini air limbah rumah sakit dengan konsentrasi BOD 250 -300 mg/lt dapat
di turunkan kadar BOD nya menjadi 20 -30 mg/lt. Skema proses pengolahan air
limbah rumah sakit dengan sistem aerasi kontak dapat dilihat pada gambar III.5.
Surplus lumpur dari bak pengendap awal maupun akhir ditampung ke dalam bak
pengering lumpur, sedangkan air resapannya ditampung kembali di bak penampung
air limbah.
Gambar. Diagram proses pengolahan air
limbah dengan proses aerasi kontak.
Keunggulan Proses Aerasi Kontak
- Pengelolaannya
sangat mudah.
- Biaya
operasinya rendah.
- Dibandingkan
dengan proses lumpur aktif, Lumpur yang dihasilkan relatif sedikit.
- Dapat
menghilangkan nitrogen dan phospor yang dapat menyebabkan euthropikasi.
- Suplai
udara untuk aerasi relatif kecil.
- Dapat
digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup besar.
Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Biofilter
"Up Flow"
Proses pengolahan air limbah dengan biofilter "up flow" ini terdiri
dari bak pengendap, ditambah dengan beberapa bak biofilter yang diisi dengan
media kerikil atau batu pecah, plastik atau media lain. Penguraian zat-zat
organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau
facultatif aerobik Bak pengendap terdiri atas 2 ruangan, yang pertama berfungsi
sebagai bak pengendap pertama, sludge digestion (pengurai lumpur) dan penampung
lumpur sedangkan ruang kedua berfungsi sebagai pengendap kedua dan penampung
lumpur yang tidak terendapkan di bak pertama, dan air luapan dari bak pengendap
dialirkan ke media filter dengan arah aliran dari bawah ke atas.
Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan
film mikro-organisme. Mikro-organisme inilah yang akan menguraikan zat organik
yang belum sempat terurai pada bak pengendap. Air luapan dari biofilter
kemudian dibubuhi dengan khlorine atau kaporit untuk membunuh mikroorganisme
patogen, kemudian dibuang langsung ke sungai atau saluran umum. Skema proses
pengolahan air limbah dengan biofilter "Up Flow" dapat dilihat
seperti terlihat dalam Gambar III.6.
Biofilter "Up Flow" ini mempunyai 2 fungsi yang menguntungkan dalam
proses pengolahan air buangan yakni antara lain :
- Adanya
air buangan yang melalui media kerikil yang terdapat pada biofilter lama
kelamaan mengakibatkan timbulnya lapisan lendir yang menyelimuti kerikil
atau yang disebut juga biological film. Air limbah yang masih
mengandung zat organik yang belum teruraikan pada bak pengendap bila
melalui lapisan lendir ini akan mengalami proses penguraian secara
biologis. Efisiensi biofilter tergantung dari luas kontak antara air
limbah dengan mikro-organisme yang menempel pada permukaan media filter
tersebut. Makin luas bidang kontaknya maka efisiensi penurunan konsentrasi
zat organiknya (BOD) makin besar. Selain menghilangkan atau mengurangi
konsentrasi BOD cara ini dapat juga mengurangi konsentrasi padatan
tersuspensi atau suspended solids (SS) dan konsentrasi total nitrogen dan
posphor.
- Biofilter
juga berfungsi sebagai media penyaring air limbah yang melalui media ini.
Sebagai akibatnya, air limbah yang mengandung suspended solids dan bakteri
E.coli setelah melalui filter ini akan berkurang konsentrasinya. Efesiensi
penyaringan akan sangat besar karena dengan adanya biofilter up
flow yakni penyaringan dengan sistem aliran dari bawah ke atas
akan mengurangi kecepatan partikel yang terdapat pada air buangan dan
partikel yang tidak terbawa aliran ke atas akan mengendapkan di dasar bak
filter. Sistem biofilter Up Flow ini sangat sederhana, operasinya mudah dan
tanpa memakai bahan kimia serta tanpa membutuhkan energi. Poses ini cocok
digunakan untuk mengolah air limbah dengan kapasitas yang tidak terlalu
besar.
Gambar : Diagram proses pengolahan air limbah dengan sisten biofilter "Up
Flow".
Kriteria Perencanaan
Kriteria Perencanaan Bak Pengendap
Bak pengendap harus memenuhi persyaratan tertentu antara lain:
- Bahan
bangunan harus kuat terhadap tekanan atau gaya berat yang mungkin timbul
dan harus tahan terhadap asam serta harus kedap air.
- Jumlah
ruangan disarankan minimal 2 (dua) buah.
- Waktu
tinggal (residence time) 1s/d 3 hari.
- Bentuk
Tangki empat persegi panjang dengan perbandingan panjang dan lebar 2 s/d 3
: 1.
- Lebar
Bak minimal 0,75 meter dan panjang bak minimal 1,5 meter.
- Kedalaman
air efektif 1-2 meter, tinggi ruang bebas air 0,2-0,4 meter dan tinggi
ruang
- Untuk
penyimpanan lumpur 1/3 dari kedalaman air efektif (laju produksi lumpur
sekitar 0,03 - 0,04 M3/orang /tahun ).
- Dasar
bak dapat dibuat horizontal atau dengan kemiringan tertentu untuk
memudahkan pengurasan lumpur.
- Pengurasan
lumpur minimal dilakukan setiap 2 - 3 tahun.
Kriteria
Perencanaan Biofilter "Up Flow"
Untuk merencanakan biofilter "Up Flow" harus memenuhi beberapa
persyaratan, yakni :
- Bak
biofilter terdiri dari 1 (satu) ruangan atau lebih.
- Media
filter terdiri dari kerikil atau batu pecah atau bahan plastik dengan
ukuran diameter rata-rata 20 -25 mm , dan ratio volume rongga 0,45.
- Tinggi
filter (lapisan kerikil) 0,9 -1,2 meter.
- Beban
hidrolik filter maksimum 3,4 M3/m2/hari.
- Waktu
tinggal dalam filter 6 -9 jam (didasarkan pada volume rongga filter).
Salah satu contoh hasil uji coba pengolahan air limbah dengan proses air limbah
dengan biofilter Up Flow ditunjukkan seperti pada Tabel III.1.
Proses Pengolahan Dengan
Sistem Biofilter Anaerob-Aerob
Proses ini pengolahan dengan biofilter anaerob-aerob ini merupakan pengembangan
dari proses proses biofilter anaerob dengan proses aerasi kontak Pengolahan air
limbah dengan proses biofilter anaerob-aerob terdiri dari beberapa bagian yakni
bak pengendap awal, biofilter anaerob (anoxic), biofilter aerob, bak pengendap
akhir, dan jika perlu dilengkapi dengan bak kontaktor khlor.
Air limbah yang berasal dari rumah tangga dialirkan melalui saringan kasar (bar
screen) untuk menyaring sampah yang berukuran besar seperti sampah daun,
kertas, plastik dll. Setelah melalui screen air limbah dialirkan ke bak
pengendap awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnya.
Selain sebagai bak pengendapan, juga berfungasi sebagai bak pengontrol aliran,
serta bak pengurai senyawa organik yang berbentuk padatan, sludge digestion
(pengurai lumpur) dan penampung lumpur.
Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak kontaktor
anaerob dengan arah aliran dari atas ke dan bawah ke atas. Di dalam bak
kontaktor anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik atau
kerikil/batu split. Jumlah bak kontaktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari
satu sesuai dengan kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah. Penguraian
zat-zat organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau
facultatif aerobik Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter
akan tumbuh lapisan film mikro-organisme. Mikro-organisme inilah yang akan
menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap
Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak kontaktor aerob. Di
dalam bak kontaktor aerob ini diisi dengan media dari bahan kerikil, pasltik
(polyethylene), batu apung atau bahan serat, sambil diaerasi atau dihembus
dengan udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik
yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan media.
Dengan demikian air limbah akan kontak dengan mikro-orgainisme yang tersuspensi
dalam air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut
dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen serta mempercepat
proses nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan ammonia menjadi lebih
besar. Proses ini sering di namakan Aerasi Kontak (Contact Aeration).
Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur
aktif yang mengandung massa mikro-organisme diendapkan dan dipompa kembali ke
bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan
(over flow) dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air
limbah dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh micro-organisme patogen.
Bak Kontaktor Khlorine
Unit
prototipe alat pengolahan air limbah rumah tangga tersebut dapat dilengkapi
dengan bak khlorinasi (bak kontaktor) yang berfungsi untuk mengkontakan
khlorine dengan air hasil pengolahan. Air limbah yang telah diolah sebelum
dibuang ke saluran umum dikontakkan dengan khlorine agar mikroorganisme patogen
yang ada di dalam air dapat dimatikan. Senyawa khlor yang digunakan adalah
kaporit dalam bentuk tablet. Penampang bak kontaktor adalah seperti pada gambar
IV.4. Bak kontaktor ini dipasang atau disambungkan pada pipa pengeluaran air
olahan.