Teluk
Benoa merupakan salah satu teluk terbesar yang ada di Bali, tepatanya di Kabupaten Badung Bali (Bali
Selatan). Di Teluk ini terdapat Pelabuhan
Benoa yang menjadi tempat berlabuhnya berbagai jenis kapal bahkan hingga kapak
pesiar pun ada. Dengan keindahan teluknya tidak mengherankan jika Teluk Benoa
menjadi salah satu tempat favorit bagi wisatawan yang berkunjung ke Bali baik
itu wisatawan domestik maupun mancanegara khususnya bagi wisatawan yang senang
dengan wisata pantai.
Namun
belakangan Teluk Benoa santer
dipebincangkan bukan karna keelokan teluknya namun berkaitan dengan penolakan
masyarakat Bali Terhadap Rencana Reklamasi Teluk Benoa.
Loading...
Alasan penolakan terhdap renana
reklamasi teluk benoa
26 Desember 2012 Gubernur Bali memberikan izin
reklamasi kepada PT. Tirta Wahana Bali Internasional (PT TWBI) di kawasan
perairan Teluk Benoa Kabupaten Badungseluas 838 hektarmelalui SK Nomor
2138/02-C/HK/2012 tentang Rencana Pemanfaatan dan Pengembangan Kawasan
Perairan Teluk Benoa.
16 Agustus 2013,SKNomor 2138/02-C/HK/2012 dicabut
melalui penerbitan SK Gubernur Bali nomor 1727/01-B/HK/2013 tentang Izin
Studi Kelayakan Rencana Pemanfaatan, Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah
Perairan Teluk Benoa Provinsi Bali.Penerbitan SK nomor 1727/01-B/HK/2013
tersebut di atas tetap tidak menutup polemik rencana reklamasi, karena pada
dasarnya SK tersebut hanyalah sekedar revisi dari SK yang pertama dan tetap
dalam aras pemberian hak kepada PT. TWBI untuk melakukan kegiatan reklamasi
berupa kegiatan studi kelayakan di Teluk Benoa Bali.
Selain karena proses penerbitan izinnya secara
diam-diam, dan manipulatif, penerbitan izin tersebut juga bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan di atasnya, yaitu Perpres No 45 Thn 2011
tentang tata ruang kawasan perkotaan Sarbagita, di mana kawasan teluk
benoa termasuk kawasan konservasi; serta Perpres No 122 Thn 2012 tentang
Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang melarang reklamasi
dilakukan di kawasan konservasi.
Di akhir masa jabatannya sebagai Presiden, SBY
mengeluarkan Perpres No 51 Thn 2014 Tentang Perubahan Atas Perpres No
45 Thn 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan SARBAGITA yang
intinya mengubah status konservasi TelukBenoa menjadi zona penyangga atau
kawasan pemanfaatan umum. Penerbitan Perpres No 51 Thn 2014 menghapuskan
pasal-pasal yang menyatakan Teluk Benoa adalah kawasan konservasi
sebagaimana yang disebutkan di dalam pasal 55 ayat 5 Perpres No 45 Thn 2011
serta mengurangi luasan kawasan konservasi perairan dengan menambahkan
frasa “sebagian” pada kawasan konservasi Pulau Serangan dan Pulau Pudut.
Hal tersebut menyebabkan kawasan konservasi di wilayah SARBAGITA menjadi
berkurang luasannya.Perpres No 51 Thn 2014 lahir hanya untuk mengakomodir
rencana reklamasi Teluk Benoa seluas 700 ha. Pasca penerbitan Perpres 51 tahun
2014 kemudian PT. Tirta Wahana Bali International (PT. TWBI) juga mengantongiizin
lokasi reklamasi nomor 445/MEN-KP/VIII/2014dari Menteri Kelautan dan
Perikanan di kawasan perairan Teluk Benoa yang meliputi Kabupaten Badung
dan Kota Denpasar Provinsi Bali seluas 700 hektar.
Demi rencana reklamasi Teluk Benoa, Pemerintah dan
investor selama ini selalu mempromosikan di Teluk Benoa terjadi
pendangkalan dan sedimentasi. Akan tetapi solusi yang ditawarkan investor
justru kontradiktif, jika Teluk Benoa terjadi pendangkalan maka yang perlu
dilakukan adalah pengerukan bukan reklamasi Teluk Benoa dengan membuat
pulau-pulau baru seluas 700 hektar. Reklamasi ini rencananya akan mendatangkan
40 juta meter kubik material baru dari luar Teluk Benoa yang justru menyebabkan
pendangkalan permanen di Teluk Benoa.
Universitas Udayana (UNUD) telah memberikan keterangan
resmi melalui media massa bahwa hasil studi kelayakan atas rencana reklamasi
Teluk Benoa oleh PT. TWBI dinyatakan tidak layak. Ketidaklayakan itu
berdasakan penelitian dan kajian dari 4 aspek yaitu: aspek teknis, aspek
lingkungan, aspek sosial budaya dan aspek ekonomi finansial.
Minimnya partisipasi publik dalam terbitnya Perpres 51
tahun 2014
Sedari awal upaya pemaksaan untuk melakukan perubahan
Perpres No 45 Thn 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan SARBAGITA
sudah diprediksi.sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memanggil secara
khusus Yusril Ihza Mahendra praktis sejak itu pihak pemerintah agresif
melakukan upaya revisi Perpresnya. Berbagai pertemuan dilakukan yang digagas
oleh pemerintah pusat, mulai dari hearing dengan para akademisi non-Univ
Udayana, sampai pelaksanaan konsultasi publiknya dilakukan dengan cara
sembunyi-sembunyi. Seluruh proses hanya melibatkan kelompok yang pro reklamasi
sementara komponen masyarakat yang menolak reklamasi dipinggirkan. Catatan
terakhir kami adalah pada hari Senin, 14 april 2014 pukul 14.30 wita bertempat
di Ruang Rapat Cempaka Kantor Bappeda Provinsi Bali, Badan Koordinasi Penataan
Ruang Nasional (BKPRN) bersama dengan Pemerintah Provinsi Bali mengadakan
Konsultasi Publik tentang rencana perubahan pasal 55 ayat (5) Perpres No. 45
Thn 2011 khususnya pada yang menyatakan bahwa Teluk Benoa adalah kawasan
konservasi perairan untuk diubah menjadi kawasan pemanfaatan umum. Di dalam
konsultasi publik ini tidak satupun pihak yang menolak rencana reklamasi Teluk
Benoa dilibatkan.
Apa dampaknya ?
Secara administratif Teluk Benoa terletak di perairan
lintas kabupaten/kota yaitu Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, masuk dalam
tiga kecamatan yaitu Denpasar Selatan, Kuta dan Kuta Selatan. Perairan Teluk
ini dikelilingi oleh 12 desa/kelurahan, masing-masing 6 desa/kelurahan di Kota
Denpasar dan Kabupaten Badung.
Teluk Benoa merupakan perairan pasang surut, terletak
di belahan selatan Pulau Bali.Perairan Teluk Benoa paska reklamasi Pulau
Serangan merupakan tipologi teluk semi-tertutup karena mulut teluk yang
menyempit hingga 75%. Secara teoritis, luas perairan Teluk Benoa yang diukur
pada sisi terluar garis pantai adalah 1.988,1 ha, dapat dibagi kedalam 3 zona
yaitu zona 1 (zona dengan garis mulut teluk ditarik dari dermaga Pelabuhan
Benoa dan Tanjung Benoa) seluas 1.668,3 ha, zona 2 (zona antara Pelabuhan benoa
dan Pulau Serangan) seluas 231,3 ha, dan zona 3 (zona antara Suwung Kangin dan
Pulau Serangan) seluas 88,5 ha.
Jika reklamasi di kawasan perairan Teluk Benoa
dipaksakan maka reklamasi tersebut akan berpotensi menimbulkan masalah baru
sebagai berikut :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar